7 Chakra, 7 Kebiasaan
(Disalin rekat dari Facebook Post 4 Februari 2017.)
Beberapa hari terakhir ini, saya sedang terlibat diskusi seputar 7 chakra (teman-teman yogi pasti paham betul). Nah, lucunya, sewaktu bangun pagi, mata saya tertumbuk pada buku lawas yang tersusun di tumpukan koleksi saya: "7 Habits of Highly Effective People" (penggemar Stephen Covey alm. tentu hafal tiap poinnya).
Saya mengernyit.
7 Chakra. 7 Kebiasaan Hidup.
Penasaran, saya bangun dan membuka-buka buku yang sudah mulai kekuningan itu. Hmmm...... ini makin aneh. Karena sedikit banyak, saya bisa menemukan jalinan di antara keduanya. Anggaplah ini sekadar ilmu gathuk alias cocoklogi. Saya tidak bisa membuktikannya secara ilmiah. Namun jika saya perbandingkan poin-poinnya, hipotesa saya seperti ini:
(1) Chakra pertama: Muladhara (Root - Dasar tulang ekor).
Chakra ini bicara eksistensi kita. Hal paling prinsip dan mendasar yang melandasi seluruh kehidupan dan kepribadian kita, termasuk naluri untuk bertahan hidup dan rasa kemananan (stabilitas).
Kebiasaan pertama: Jadilah Proaktif.
Pertama-tama, yang melandasi kebiasaan hidup efektif itu adalah memiliki prinsip dan paradigma yang benar (serta memusatkan hidup kita pada prinsip --> integritas). Dari titik tolak yang stabil ini, kita bisa memulai hidup sebagai orang yang proaktif. Bertanggung jawab. Berpendirian teguh. Fokus pada hal-hal yang dapat kita kerjakan, bukan mengkhawatirkan hal-hal di luar kendali kita. Dari sini, baru kita dapat maju.
(2) Chakra kedua: Svadhishthana (Sacral - Rahim/Prostat).
Chakra ini bersangkutan dengan penciptaan, reproduksi, kreativitas. Semua makhluk hidup diciptakan dan dibentuk kemudian dilahirkan dari titik ini.
Kebiasaan kedua: Tentukan Tujuan.
Sesudah kita punya prinsip dan nilai yang teguh, dan pola pikir+tindak proaktif, tiba waktunya bagi kita untuk menggagas masa depan. Apa cita-cita yang kita ingin capai? Ke mana kita mau pergi? Sasaran seperti apa yang kita idamkan? Tentukan tujuan dan susun rencana untuk mencapainya.
(3) Chakra ketiga: Manipura (Solar-plexus - Ulu hati).
Chakra ini mewakili energi. Kekuatan. Hasrat. Keyakinan. Daya dorong untuk mengarungi hidup dan menaklukkan rintangan.
Kebiasaan ketiga: Dahulukan yang Utama.
Sudah menetapkan tujuan? Sudah menyusun rencana? Sekarang waktunya untuk bertindak! Mengerahkan tenaga untuk mencapainya. Tapi bukan tanpa perhitungan. Kita harus tahu, mana yang harus diprioritaskan, mana yang bisa ditunda. Mana yang penting, mana yang mendesak. Dengan kata lain, kita harus meluangkan energi dengan tepat dan bijaksana agar sasaran tercapai dengan gemilang, langkah demi langkah.
(4) Chakra keempat: Anahata (Heart - Jantung).
Chakra ini berpusat di jantung dan berkaitan dengan emosi, cinta, belas kasihan, kepekaan, rasa syukur, dan harmoni.
Kebiasaan keempat: Berpikir Menang-Menang (Win-Win Solution).
Untuk mencapai hidup yang bahagia seutuhnya, tentu saja kita tidak bisa memikirkan diri sendiri. Manusia itu makhluk sosial. Satu sama lain saling terkait, saling membutuhkan, saling menolong. Jika kita menang dengan mengalahkan orang lain, itu tidak sehat. Begitu juga sebaliknya, kita mengalah agar orang lain menang (halo? Memangnya kita keset kaki?). Lebih parah lagi jika kita ngotot, kalau kalah, orang lain juga harus kalah. Waduh! Mau jadi apa kalau hidup ini dipenuhi rasa kompetisi, dendam, benci, dan saling menghancurkan? Tidak. Cara yang paling baik adalah mengusahakan solusi menang-menang bagi semua pihak. Memang, pada praktiknya, solusi ini tidak selalu dapat ditemukan. Namun, setidaknya, kita harus punya rasa empati terhadap orang lain, dan mengusahakan agar -- sekurang-kurangnya -- tidak ada pihak yang kalah atau merasa dirugikan.
(5) Chakra kelima: Vishuddha (Throat - Leher).
Chakra ini pusatnya komunikasi, ekspresi, dan pengungkapan ide/gagasan. Sudah jelas, bukan? Dia menguasai pita suara.
Kebiasaan kelima: Berusaha Mengerti Lebih Dahulu, Baru Minta Dimengerti.
Sesudah kita berempati terhadap orang lain, tentu saja kita harus memahami dan berinteraksi dengan mereka. Seringkali, pandangan orang lain tidak selaras dengan pandangan kita. Tapi itu bukan alasan bagi kita untuk menjauhi mereka. Di sinilah letak pentingnya toleransi. Terutama dalam berkomunikasi. Berilah kesempatan orang lain menjelaskan sudut pandang mereka lebih dahulu. Dan dengarkan mereka sebaik-baiknya, dengan tujuan untuk memahami mereka. Bukan menilai. Bukan menghakimi. Bukan sok mencarikan solusi. Mereka hanya butuh dipahami. Jika mereka merasa bahwa kita betul-betul mengerti dan berempati terhadap mereka, lebih besar pula kemungkinan bagi mereka untuk mau mendengarkan dan memahami kita. Karena mereka lebih dahulu merasa kita hargai. Kita pun akan dapat menjelaskan pemikiran kita dengan lebih mudah.
(6) Chakra keenam: Ajna (Third Eye - Mata Ketiga).
Chakra ini tidak terlihat, karena letaknya di tengah kedua mata, atau di titik pertemuan kedua alis. Orang Hindu (India) meyakini bahwa jiwa manusia terletak di mata ketiga ini. Chakra ini bicara tentang hikmat, intuisi, pemahaman hakiki, pemikiran yang fokus, kejernihan berpikir.
Kebiasaan keenam: Sinergi.
Dalam tahap ini, kita memadukan kekuatan diri dan kekuatan orang lain untuk bersama-sama mencapai tujuan. Ini disebut sinergi. Bukan "aku", bukan "kamu", melainkan "kita". Semua melebur menjadi satu. Untuk mewujudkan hal ini, tentu saja diperlukan kebijaksanaan untuk menyeimbangkan seluruh aspek dan kerjasama seisi tim. Kepaduan dan kekompakan yang terjadi dalam tataran ini akan betul-betul kokoh, jika kebiasaan 1 s/d 5 sudah kita praktikkan dengan baik.
(7) Chakra ketujuh: Sahasrara (Crown - Ubun-ubun).
Chakra ini merupakan puncaknya, yaitu pencerahan batin dan penyatuan dengan Sang Pencipta. (Kalau tidak salah, ada istilah "Manunggaling Kawula Gusti" dalam masyarakat Jawa? Apakah ini padanan yang tepat? Mohon teman-teman yang paham, menjelaskan lebih lanjut. Terima kasih.)
Kebiasaan ketujuh: Asah Gergaji.
Dalam kebiasaan ketujuh, kita tidak melakukan apa-apa. Tidak ada kegiatan. Tidak ada usaha. Apalagi kerja keras. Malah sebaliknya. Kita mengambil waktu untuk menenangkan diri, lahir-batin. Merenung. Berdoa. Mencari kegembiraan. Bersenang-senang. Berbahagia. Menikmati indahnya hidup. Berjalan-jalan di alam bebas. Berbicara dengan Sang Pencipta. Duduk dalam ketenteraman hadirat-Nya.
----------
Apa semua ini masuk akal?
Atau mungkin hanya ilmu gathuk yang mendadak melintas dan mengulik rasa penasaran saya?
Bisa jadi iya, dan bisa jadi tidak.
Terima kasih, Teman-teman, yang sudah membaca sampai habis. Panjang, lho, catatan saya ini. Selamat berakhir pekan dan mengasah gergaji.
Beberapa hari terakhir ini, saya sedang terlibat diskusi seputar 7 chakra (teman-teman yogi pasti paham betul). Nah, lucunya, sewaktu bangun pagi, mata saya tertumbuk pada buku lawas yang tersusun di tumpukan koleksi saya: "7 Habits of Highly Effective People" (penggemar Stephen Covey alm. tentu hafal tiap poinnya).
Saya mengernyit.
7 Chakra. 7 Kebiasaan Hidup.
Penasaran, saya bangun dan membuka-buka buku yang sudah mulai kekuningan itu. Hmmm...... ini makin aneh. Karena sedikit banyak, saya bisa menemukan jalinan di antara keduanya. Anggaplah ini sekadar ilmu gathuk alias cocoklogi. Saya tidak bisa membuktikannya secara ilmiah. Namun jika saya perbandingkan poin-poinnya, hipotesa saya seperti ini:
(1) Chakra pertama: Muladhara (Root - Dasar tulang ekor).
Chakra ini bicara eksistensi kita. Hal paling prinsip dan mendasar yang melandasi seluruh kehidupan dan kepribadian kita, termasuk naluri untuk bertahan hidup dan rasa kemananan (stabilitas).
Kebiasaan pertama: Jadilah Proaktif.
Pertama-tama, yang melandasi kebiasaan hidup efektif itu adalah memiliki prinsip dan paradigma yang benar (serta memusatkan hidup kita pada prinsip --> integritas). Dari titik tolak yang stabil ini, kita bisa memulai hidup sebagai orang yang proaktif. Bertanggung jawab. Berpendirian teguh. Fokus pada hal-hal yang dapat kita kerjakan, bukan mengkhawatirkan hal-hal di luar kendali kita. Dari sini, baru kita dapat maju.
(2) Chakra kedua: Svadhishthana (Sacral - Rahim/Prostat).
Chakra ini bersangkutan dengan penciptaan, reproduksi, kreativitas. Semua makhluk hidup diciptakan dan dibentuk kemudian dilahirkan dari titik ini.
Kebiasaan kedua: Tentukan Tujuan.
Sesudah kita punya prinsip dan nilai yang teguh, dan pola pikir+tindak proaktif, tiba waktunya bagi kita untuk menggagas masa depan. Apa cita-cita yang kita ingin capai? Ke mana kita mau pergi? Sasaran seperti apa yang kita idamkan? Tentukan tujuan dan susun rencana untuk mencapainya.
(3) Chakra ketiga: Manipura (Solar-plexus - Ulu hati).
Chakra ini mewakili energi. Kekuatan. Hasrat. Keyakinan. Daya dorong untuk mengarungi hidup dan menaklukkan rintangan.
Kebiasaan ketiga: Dahulukan yang Utama.
Sudah menetapkan tujuan? Sudah menyusun rencana? Sekarang waktunya untuk bertindak! Mengerahkan tenaga untuk mencapainya. Tapi bukan tanpa perhitungan. Kita harus tahu, mana yang harus diprioritaskan, mana yang bisa ditunda. Mana yang penting, mana yang mendesak. Dengan kata lain, kita harus meluangkan energi dengan tepat dan bijaksana agar sasaran tercapai dengan gemilang, langkah demi langkah.
(4) Chakra keempat: Anahata (Heart - Jantung).
Chakra ini berpusat di jantung dan berkaitan dengan emosi, cinta, belas kasihan, kepekaan, rasa syukur, dan harmoni.
Kebiasaan keempat: Berpikir Menang-Menang (Win-Win Solution).
Untuk mencapai hidup yang bahagia seutuhnya, tentu saja kita tidak bisa memikirkan diri sendiri. Manusia itu makhluk sosial. Satu sama lain saling terkait, saling membutuhkan, saling menolong. Jika kita menang dengan mengalahkan orang lain, itu tidak sehat. Begitu juga sebaliknya, kita mengalah agar orang lain menang (halo? Memangnya kita keset kaki?). Lebih parah lagi jika kita ngotot, kalau kalah, orang lain juga harus kalah. Waduh! Mau jadi apa kalau hidup ini dipenuhi rasa kompetisi, dendam, benci, dan saling menghancurkan? Tidak. Cara yang paling baik adalah mengusahakan solusi menang-menang bagi semua pihak. Memang, pada praktiknya, solusi ini tidak selalu dapat ditemukan. Namun, setidaknya, kita harus punya rasa empati terhadap orang lain, dan mengusahakan agar -- sekurang-kurangnya -- tidak ada pihak yang kalah atau merasa dirugikan.
(5) Chakra kelima: Vishuddha (Throat - Leher).
Chakra ini pusatnya komunikasi, ekspresi, dan pengungkapan ide/gagasan. Sudah jelas, bukan? Dia menguasai pita suara.
Kebiasaan kelima: Berusaha Mengerti Lebih Dahulu, Baru Minta Dimengerti.
Sesudah kita berempati terhadap orang lain, tentu saja kita harus memahami dan berinteraksi dengan mereka. Seringkali, pandangan orang lain tidak selaras dengan pandangan kita. Tapi itu bukan alasan bagi kita untuk menjauhi mereka. Di sinilah letak pentingnya toleransi. Terutama dalam berkomunikasi. Berilah kesempatan orang lain menjelaskan sudut pandang mereka lebih dahulu. Dan dengarkan mereka sebaik-baiknya, dengan tujuan untuk memahami mereka. Bukan menilai. Bukan menghakimi. Bukan sok mencarikan solusi. Mereka hanya butuh dipahami. Jika mereka merasa bahwa kita betul-betul mengerti dan berempati terhadap mereka, lebih besar pula kemungkinan bagi mereka untuk mau mendengarkan dan memahami kita. Karena mereka lebih dahulu merasa kita hargai. Kita pun akan dapat menjelaskan pemikiran kita dengan lebih mudah.
(6) Chakra keenam: Ajna (Third Eye - Mata Ketiga).
Chakra ini tidak terlihat, karena letaknya di tengah kedua mata, atau di titik pertemuan kedua alis. Orang Hindu (India) meyakini bahwa jiwa manusia terletak di mata ketiga ini. Chakra ini bicara tentang hikmat, intuisi, pemahaman hakiki, pemikiran yang fokus, kejernihan berpikir.
Kebiasaan keenam: Sinergi.
Dalam tahap ini, kita memadukan kekuatan diri dan kekuatan orang lain untuk bersama-sama mencapai tujuan. Ini disebut sinergi. Bukan "aku", bukan "kamu", melainkan "kita". Semua melebur menjadi satu. Untuk mewujudkan hal ini, tentu saja diperlukan kebijaksanaan untuk menyeimbangkan seluruh aspek dan kerjasama seisi tim. Kepaduan dan kekompakan yang terjadi dalam tataran ini akan betul-betul kokoh, jika kebiasaan 1 s/d 5 sudah kita praktikkan dengan baik.
(7) Chakra ketujuh: Sahasrara (Crown - Ubun-ubun).
Chakra ini merupakan puncaknya, yaitu pencerahan batin dan penyatuan dengan Sang Pencipta. (Kalau tidak salah, ada istilah "Manunggaling Kawula Gusti" dalam masyarakat Jawa? Apakah ini padanan yang tepat? Mohon teman-teman yang paham, menjelaskan lebih lanjut. Terima kasih.)
Kebiasaan ketujuh: Asah Gergaji.
Dalam kebiasaan ketujuh, kita tidak melakukan apa-apa. Tidak ada kegiatan. Tidak ada usaha. Apalagi kerja keras. Malah sebaliknya. Kita mengambil waktu untuk menenangkan diri, lahir-batin. Merenung. Berdoa. Mencari kegembiraan. Bersenang-senang. Berbahagia. Menikmati indahnya hidup. Berjalan-jalan di alam bebas. Berbicara dengan Sang Pencipta. Duduk dalam ketenteraman hadirat-Nya.
----------
Apa semua ini masuk akal?
Atau mungkin hanya ilmu gathuk yang mendadak melintas dan mengulik rasa penasaran saya?
Bisa jadi iya, dan bisa jadi tidak.
Terima kasih, Teman-teman, yang sudah membaca sampai habis. Panjang, lho, catatan saya ini. Selamat berakhir pekan dan mengasah gergaji.



Komentar
Posting Komentar