Kisah Singkat Seorang Lansia
(Disalin rekat dari Facebook Post 19 Agustus 2016.)
Alkisah, di suatu kota elok di Eropa, ada sebuah salon kecantikan yang memiliki pelanggan tetap: seorang ibu manula. Ibu itu sepertinya sudah menginjak usia 80 tahun, namun tetap cantik dan segar. Penampilannya selalu rapi dan berselera tinggi.
Tiap minggu, ia rutin mengunjungi salon kecantikan itu untuk menjalani perawatan, entah creambath, manikur-pedikur, lulur, atau pijat spa, terserah kemauannya. Dan ia juga sangat ramah pada para pegawai salon, sehingga mereka selalu gembira melayaninya. Ia menjadi teladan dan idola mereka semua.
Suatu hari, salah seorang gadis yang bekerja di salon itu keceplosan bicara, "Oma, saya ingin kalau nanti sudah tua, seperti Oma juga. Biarpun sudah sepuh, tetap cantik, sehat, dan gaul."
Senyum di wajah ibu tua itu memudar. "Kalau saya boleh bilang, ya, Non," ia menghela napas panjang. "Sejujurnya, saya capek hidup sampai setua ini."
Mendadak seisi salon itu hening. Semua telinga dibuka lebar-lebar, mendengarkan kisah nenek idola mereka itu. Ternyata dirinya sudah lama menjanda. Tidak menikah kembali. Anak-anaknya sudah sukses semua dan tinggal di luar negeri. Pulang sesekali pas liburan akhir tahun, dengan membawa cucu-cucunya yang sekarang juga sudah pada SMU dan kuliah. Semua sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
Memang, mereka selalu mengirim uang pada ibu mereka, sehingga ia tidak pernah hidup kekurangan. Namun ia begitu kesepian, tinggal seorang diri di rumah mewah tanpa keluarga di sisinya.
"Dari hari ke hari, saya menunggu Tuhan memanggil saya pulang," keluhnya. "Kadang saya bertanya-tanya, apa Dia kelupaan, ya, bahwa saya masih menunggu di sini dan berharap untuk segera dijemput?"
Barulah saat itu mereka semua tersadar bahwa ibu itu mendatangi salon mereka tiap minggu BUKAN untuk perawatan kecantikan. Ia kesepian dan butuh teman untuk diajak bercengkerama di masa tuanya, sambil menunggu-nunggu saatnya berangkat pulang ke pangkuan Tuhan.
Gadis-gadis pegawai salon itu pun belajar sesuatu yang sangat berharga dari perbincangan mereka hari itu. Suatu waktu kelak, mereka pun akan tiba pada usia yang sama. Bisa jadi, saat itu orang-orang di sekeliling mereka sudah berangkat duluan, satu per satu, meninggalkan mereka. Dan, seperti ibu tua itu, mereka akan menoleh ke belakang, pada masa lalu. Apakah tidak ada penyesalan yang mereka tinggalkan? Semuanya......... tergantung pada masa kini.
Alkisah, di suatu kota elok di Eropa, ada sebuah salon kecantikan yang memiliki pelanggan tetap: seorang ibu manula. Ibu itu sepertinya sudah menginjak usia 80 tahun, namun tetap cantik dan segar. Penampilannya selalu rapi dan berselera tinggi.
Tiap minggu, ia rutin mengunjungi salon kecantikan itu untuk menjalani perawatan, entah creambath, manikur-pedikur, lulur, atau pijat spa, terserah kemauannya. Dan ia juga sangat ramah pada para pegawai salon, sehingga mereka selalu gembira melayaninya. Ia menjadi teladan dan idola mereka semua.
Suatu hari, salah seorang gadis yang bekerja di salon itu keceplosan bicara, "Oma, saya ingin kalau nanti sudah tua, seperti Oma juga. Biarpun sudah sepuh, tetap cantik, sehat, dan gaul."
Senyum di wajah ibu tua itu memudar. "Kalau saya boleh bilang, ya, Non," ia menghela napas panjang. "Sejujurnya, saya capek hidup sampai setua ini."
Mendadak seisi salon itu hening. Semua telinga dibuka lebar-lebar, mendengarkan kisah nenek idola mereka itu. Ternyata dirinya sudah lama menjanda. Tidak menikah kembali. Anak-anaknya sudah sukses semua dan tinggal di luar negeri. Pulang sesekali pas liburan akhir tahun, dengan membawa cucu-cucunya yang sekarang juga sudah pada SMU dan kuliah. Semua sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
Memang, mereka selalu mengirim uang pada ibu mereka, sehingga ia tidak pernah hidup kekurangan. Namun ia begitu kesepian, tinggal seorang diri di rumah mewah tanpa keluarga di sisinya.
"Dari hari ke hari, saya menunggu Tuhan memanggil saya pulang," keluhnya. "Kadang saya bertanya-tanya, apa Dia kelupaan, ya, bahwa saya masih menunggu di sini dan berharap untuk segera dijemput?"
Barulah saat itu mereka semua tersadar bahwa ibu itu mendatangi salon mereka tiap minggu BUKAN untuk perawatan kecantikan. Ia kesepian dan butuh teman untuk diajak bercengkerama di masa tuanya, sambil menunggu-nunggu saatnya berangkat pulang ke pangkuan Tuhan.
Gadis-gadis pegawai salon itu pun belajar sesuatu yang sangat berharga dari perbincangan mereka hari itu. Suatu waktu kelak, mereka pun akan tiba pada usia yang sama. Bisa jadi, saat itu orang-orang di sekeliling mereka sudah berangkat duluan, satu per satu, meninggalkan mereka. Dan, seperti ibu tua itu, mereka akan menoleh ke belakang, pada masa lalu. Apakah tidak ada penyesalan yang mereka tinggalkan? Semuanya......... tergantung pada masa kini.



Komentar
Posting Komentar