Kopi Pagi Bersama Mbak Nur: Belajar Mendengarkan
(Disalin rekat dari Facebook Post 3 Mei 2017.)
“Mbak Nur, kadang ayat-ayat ini aneh.”
“Aneh gimana?”
“Hmm.... entah kata-katanya yang aneh, entah sayanya yang lemot.”
“Seperti apa, misalnya?”
“Kenapa Tuhan bilang bahwa orang yang punya akan semakin diberi hingga berkelimpahan, sedangkan orang yang tidak punya... segala sesuatu yang ada padanya akan diambil? Itu kan nggak adil! Mestinya, yang diberi itu orang yang nggak punya. Ngapain memberi pada orang yang punya? Aneh.”
“Hahahahaha......”
“Mbak Nur kok malah ngakak? Saya serius, ini!”
“Kamu baca di mana, itu? Coba, bacain lengkapnya. Mbak mau denger.”
“Lukas 8:18, Mbak. Bunyinya gini: ‘Karena itu, perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya.’”
“Konteksnya apa, coba?”
“Hmm, ini tentang..... eh..... mendengarkan Firman Tuhan?”
“Itu dia! Jadi ayat ini sama sekali bukan bicara tentang fisik atau materi. Ngerti, kamu? Merenungkan ayat Kitab Suci itu jangan sepotong-sepotong. Lihat keseluruhan konteksnya biar nggak salah tafsir.”
“Tapi tetap aja, saya belum jelas tentang ini.”
“Gini, lho, Dik... Perhatikan bagian awal ayat ini: perhatikanlah CARA kamu MENDENGAR. Intinya di situ. Keseluruhannya bicara tentang CARA MENDENGARKAN Firman Tuhan dengan BENAR.”
“Terus, tentang mempunyai dan tidak mempunyai itu?”
“Kamu itu ahli bahasa, masa’ nggak ngerti? Kata ‘mempunyai’ itu kata kerja transitif. Dia membutuhkan objek. Kita tidak bisa bilang, ‘Dia mempunyai’ lalu diikuti tanda titik. Mempunyai apa? Mempunyai rumah? Mempunyai anak? Mempunyai ide?”
“Tapi, kenapa di sini ‘mempunyai’ diikuti koma?”
“Kemungkinan, karena tata bahasa Indonesia dan Yunani beda strukturnya. Penerjemahannya jadi kurang pas. Ada sedikit selip di situ. Di sinilah letak pentingnya membandingkan ayat dalam bahasa Indonesia dengan bahasa aslinya, dan dengan berbagai terjemahan lain dalam bahasa yang berbeda.”
“Hmm... masuk akal juga, ya. Lalu, kembali pada pembahasan kita?”
“Jadi, begini, ya, Mbak membacanya seperti ini: ‘Karena itu, perhatikanlah CARA kamu MENDENGAR. Karena, siapa yang mempunyai [CARA MENDENGAR YANG BENAR], kepadanya akan diberi [hal-hal yang baik], tetapi siapa yang tidak mempunyai [CARA MENDENGAR YANG BENAR], daripadanya akan diambil [segala yang baik], juga apa [hal-hal baik] yang ia anggap ada padanya.’”
“Ooooo........ ya, ya, saya mulai ngerti, sekarang.”
“Maksud ayat ini adalah: orang yang cara mendengarnya benar, dia akan menangkap Firman Tuhan dengan benar juga. Akibatnya, cara berpikirnya pun benar. Pertimbangan batinnya kemudian ikut benar. Akhirnya, perbuatannya juga benar. Dan orang yang perbuatannya benar, pasti disertai dan diberkati oleh Tuhan, bahkan berkat Tuhan itu akan semakin berlimpah dalam hidupnya, karena dia juga semakin banyak berbuat kebenaran.”
“Wah, bener juga! Dan kebalikannya juga begitu, ya, Mbak. Jika orang cara mendengarnya SALAH, dia akan memahami Firman Tuhan dengan keliru. Akhirnya pola pikirnya jadi ikut salah, pertimbangan batinnya jadi salah juga, kemudian perbuatannya pun nggak bener.”
“Nah, sudah paham, kamu, kan? Salah mendengar --> salah paham --> salah mikir --> salah ngambil keputusan --> salah bertindak. Semua itu dimulai dari CARA MENDENGAR. Makanya, orang yang mendengar dengan salah itu akhirnya menjalani hidup bagaikan spiral menurun. Makin lama makin terperosok, karena nggak mungkin dia bisa melakukan hal yang benar kalo sedari awal mendengarnya aja sudah salah. Perbuatannya pun jadi salah semua. Setiap kali dia berbuat salah, berkat Tuhan dicabut dari hidupnya. Semakin banyak berbuat salah, semakin banyak pula kebaikan yang diambil darinya. Bahkan hal-hal yang dia sangka dimilikinya. Betapa seringnya kita mendengar sesumbar orang, seperti: ‘Aku kan sudah belajar A,B,C, pasti yang kulakukan ini benar. Aku kan lulusan Perguruan Tinggi ini/itu, nggak mungkin salah. Aku kan berpengalaman banyak di bidang ini, pasti perhitunganku nggak meleset.’ Dia pikir dia memiliki kebenaran, padahal nggak. Dia pikir dia punya kebaikan, padahal nggak. Dia pikir dia punya keahlian, padahal nggak! Itu semua juga akan diambil Tuhan darinya. Itulah yang dimaksud dengan: ‘dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya.’”
“Oalaaahh...... sekarang ayat ini jadi jelas!”
“Makanya, sebelum menyimpulkan apa pun, baca mantra dulu.”
“Heh? Mantra apa, Mbak?”
“Ulangi tiga kali: KONTEKS, KONTEKS, KONTEKS!”
“.....................”
“Mbak Nur, kadang ayat-ayat ini aneh.”
“Aneh gimana?”
“Hmm.... entah kata-katanya yang aneh, entah sayanya yang lemot.”
“Seperti apa, misalnya?”
“Kenapa Tuhan bilang bahwa orang yang punya akan semakin diberi hingga berkelimpahan, sedangkan orang yang tidak punya... segala sesuatu yang ada padanya akan diambil? Itu kan nggak adil! Mestinya, yang diberi itu orang yang nggak punya. Ngapain memberi pada orang yang punya? Aneh.”
“Hahahahaha......”
“Mbak Nur kok malah ngakak? Saya serius, ini!”
“Kamu baca di mana, itu? Coba, bacain lengkapnya. Mbak mau denger.”
“Lukas 8:18, Mbak. Bunyinya gini: ‘Karena itu, perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya.’”
“Konteksnya apa, coba?”
“Hmm, ini tentang..... eh..... mendengarkan Firman Tuhan?”
“Itu dia! Jadi ayat ini sama sekali bukan bicara tentang fisik atau materi. Ngerti, kamu? Merenungkan ayat Kitab Suci itu jangan sepotong-sepotong. Lihat keseluruhan konteksnya biar nggak salah tafsir.”
“Tapi tetap aja, saya belum jelas tentang ini.”
“Gini, lho, Dik... Perhatikan bagian awal ayat ini: perhatikanlah CARA kamu MENDENGAR. Intinya di situ. Keseluruhannya bicara tentang CARA MENDENGARKAN Firman Tuhan dengan BENAR.”
“Terus, tentang mempunyai dan tidak mempunyai itu?”
“Kamu itu ahli bahasa, masa’ nggak ngerti? Kata ‘mempunyai’ itu kata kerja transitif. Dia membutuhkan objek. Kita tidak bisa bilang, ‘Dia mempunyai’ lalu diikuti tanda titik. Mempunyai apa? Mempunyai rumah? Mempunyai anak? Mempunyai ide?”
“Tapi, kenapa di sini ‘mempunyai’ diikuti koma?”
“Kemungkinan, karena tata bahasa Indonesia dan Yunani beda strukturnya. Penerjemahannya jadi kurang pas. Ada sedikit selip di situ. Di sinilah letak pentingnya membandingkan ayat dalam bahasa Indonesia dengan bahasa aslinya, dan dengan berbagai terjemahan lain dalam bahasa yang berbeda.”
“Hmm... masuk akal juga, ya. Lalu, kembali pada pembahasan kita?”
“Jadi, begini, ya, Mbak membacanya seperti ini: ‘Karena itu, perhatikanlah CARA kamu MENDENGAR. Karena, siapa yang mempunyai [CARA MENDENGAR YANG BENAR], kepadanya akan diberi [hal-hal yang baik], tetapi siapa yang tidak mempunyai [CARA MENDENGAR YANG BENAR], daripadanya akan diambil [segala yang baik], juga apa [hal-hal baik] yang ia anggap ada padanya.’”
“Ooooo........ ya, ya, saya mulai ngerti, sekarang.”
“Maksud ayat ini adalah: orang yang cara mendengarnya benar, dia akan menangkap Firman Tuhan dengan benar juga. Akibatnya, cara berpikirnya pun benar. Pertimbangan batinnya kemudian ikut benar. Akhirnya, perbuatannya juga benar. Dan orang yang perbuatannya benar, pasti disertai dan diberkati oleh Tuhan, bahkan berkat Tuhan itu akan semakin berlimpah dalam hidupnya, karena dia juga semakin banyak berbuat kebenaran.”
“Wah, bener juga! Dan kebalikannya juga begitu, ya, Mbak. Jika orang cara mendengarnya SALAH, dia akan memahami Firman Tuhan dengan keliru. Akhirnya pola pikirnya jadi ikut salah, pertimbangan batinnya jadi salah juga, kemudian perbuatannya pun nggak bener.”
“Nah, sudah paham, kamu, kan? Salah mendengar --> salah paham --> salah mikir --> salah ngambil keputusan --> salah bertindak. Semua itu dimulai dari CARA MENDENGAR. Makanya, orang yang mendengar dengan salah itu akhirnya menjalani hidup bagaikan spiral menurun. Makin lama makin terperosok, karena nggak mungkin dia bisa melakukan hal yang benar kalo sedari awal mendengarnya aja sudah salah. Perbuatannya pun jadi salah semua. Setiap kali dia berbuat salah, berkat Tuhan dicabut dari hidupnya. Semakin banyak berbuat salah, semakin banyak pula kebaikan yang diambil darinya. Bahkan hal-hal yang dia sangka dimilikinya. Betapa seringnya kita mendengar sesumbar orang, seperti: ‘Aku kan sudah belajar A,B,C, pasti yang kulakukan ini benar. Aku kan lulusan Perguruan Tinggi ini/itu, nggak mungkin salah. Aku kan berpengalaman banyak di bidang ini, pasti perhitunganku nggak meleset.’ Dia pikir dia memiliki kebenaran, padahal nggak. Dia pikir dia punya kebaikan, padahal nggak. Dia pikir dia punya keahlian, padahal nggak! Itu semua juga akan diambil Tuhan darinya. Itulah yang dimaksud dengan: ‘dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya.’”
“Oalaaahh...... sekarang ayat ini jadi jelas!”
“Makanya, sebelum menyimpulkan apa pun, baca mantra dulu.”
“Heh? Mantra apa, Mbak?”
“Ulangi tiga kali: KONTEKS, KONTEKS, KONTEKS!”
“.....................”



Komentar
Posting Komentar