Kopi Pagi Bersama Mbak Nur: Menilai Zaman
(Disalin rekat dari Facebook Post 24 Mei 2017.)
Ngopi pagi bersama Mbak Nur selalu membuat saya merenung dalam-dalam........
"Mbak, saya nggak suka nonton film perang, apalagi yang based on true story ato sejarah."
"Kamu ngeri?"
"Iya. Miris ngeliat orang bunuh-bunuhan. Rakyat yang lemah jadi korban. Kehancuran di mana-mana."
"Dan habis nonton, biasanya kamu sakit. Energi negatifnya terserap, soalnya."
"Nah, itu dia. Tapi ada yang saya herankan, Mbak Nur. Tentang perputaran zaman ini."
"Apanya yang mengherankan?"
"Bukannya mendekati akhir zaman, kondisi dunia akan makin buruk? Saya nggak bisa membayangkan kalo sampai pecah Perang Dunia III ato kita harus mengulangi banjir darah seperti zaman dulu. Tapi, sepertinya keguncangan semacam itu akan sulit terulang. Kita ada PBB. Komite HAM. Pengadilan internasional. Jadi, saya rasa kondisi akan membaik. Lha itu kan bertolak belakang dengan nubuat kitab suci yang mengatakan semuanya akan bergulir ke arah yang lebih buruk. Bingung, kan? Nggak sinkron, gitu, dengan realitasnya."
"Gini, lho, Dik. Kamu itu masih harus banyak belajar menimbang segala hal melampaui tataran fisik. Tau sendiri, kan, panca indera kita itu banyak kali menipu."
"Maksud Mbak?"
"Kehancuran di zaman dulu itu sifatnya fisik. Namun orang-orang di masa lalu itu moral dan mentalnya masih lurus. Mereka memikirkan dan mengidamkan hal-hal yang baik, sekalipun jalannya melalui kekacauan dan perang. Orang berjiwa luhur ada banyak di zaman kakek buyut kita. Namun, zaman sekarang? Dunia KELIHATANNYA damai-damai aja. Tapi di balik layar, moral dan mentalitas manusia makin merosot. Orang nggak peduli dengan sesamanya. Rasa bakti terhadap bangsa dan negara nggak ada. Cinta dan damai hanya jadi slogan di bibir saja. Mau cari manusia berbudi luhur? Satu di antara seribu. Kebanyakan, nuraninya sudah terbungkam oleh gerusan keburukan pola pikir."
"Ah, betul juga. Malahan orang-orang yang berbudi luhur disingkirkan."
"Itulah! Zaman dulu, gedung hancur bisa direnovasi. Zaman sekarang, pikiran korup gimana cara membetulkannya?"
"Berarti kita menghadapi kebobrokan dan kehancuran mental di zaman ini?"
"Itu nggak bisa dipungkiri. Ini zaman kalabendu."
"Lalu, apa yang harus kita lakukan, Mbak?"
"Tsk. Kamu tau sendiri apa yang harus kamu lakukan. Seruput kopimu."
"….......…"
Ngopi pagi bersama Mbak Nur selalu membuat saya merenung dalam-dalam........
"Mbak, saya nggak suka nonton film perang, apalagi yang based on true story ato sejarah."
"Kamu ngeri?"
"Iya. Miris ngeliat orang bunuh-bunuhan. Rakyat yang lemah jadi korban. Kehancuran di mana-mana."
"Dan habis nonton, biasanya kamu sakit. Energi negatifnya terserap, soalnya."
"Nah, itu dia. Tapi ada yang saya herankan, Mbak Nur. Tentang perputaran zaman ini."
"Apanya yang mengherankan?"
"Bukannya mendekati akhir zaman, kondisi dunia akan makin buruk? Saya nggak bisa membayangkan kalo sampai pecah Perang Dunia III ato kita harus mengulangi banjir darah seperti zaman dulu. Tapi, sepertinya keguncangan semacam itu akan sulit terulang. Kita ada PBB. Komite HAM. Pengadilan internasional. Jadi, saya rasa kondisi akan membaik. Lha itu kan bertolak belakang dengan nubuat kitab suci yang mengatakan semuanya akan bergulir ke arah yang lebih buruk. Bingung, kan? Nggak sinkron, gitu, dengan realitasnya."
"Gini, lho, Dik. Kamu itu masih harus banyak belajar menimbang segala hal melampaui tataran fisik. Tau sendiri, kan, panca indera kita itu banyak kali menipu."
"Maksud Mbak?"
"Kehancuran di zaman dulu itu sifatnya fisik. Namun orang-orang di masa lalu itu moral dan mentalnya masih lurus. Mereka memikirkan dan mengidamkan hal-hal yang baik, sekalipun jalannya melalui kekacauan dan perang. Orang berjiwa luhur ada banyak di zaman kakek buyut kita. Namun, zaman sekarang? Dunia KELIHATANNYA damai-damai aja. Tapi di balik layar, moral dan mentalitas manusia makin merosot. Orang nggak peduli dengan sesamanya. Rasa bakti terhadap bangsa dan negara nggak ada. Cinta dan damai hanya jadi slogan di bibir saja. Mau cari manusia berbudi luhur? Satu di antara seribu. Kebanyakan, nuraninya sudah terbungkam oleh gerusan keburukan pola pikir."
"Ah, betul juga. Malahan orang-orang yang berbudi luhur disingkirkan."
"Itulah! Zaman dulu, gedung hancur bisa direnovasi. Zaman sekarang, pikiran korup gimana cara membetulkannya?"
"Berarti kita menghadapi kebobrokan dan kehancuran mental di zaman ini?"
"Itu nggak bisa dipungkiri. Ini zaman kalabendu."
"Lalu, apa yang harus kita lakukan, Mbak?"
"Tsk. Kamu tau sendiri apa yang harus kamu lakukan. Seruput kopimu."
"….......…"



Komentar
Posting Komentar