Menanti Kehadiran Realitas Virtual dalam Edukasi

(Disalin rekat dari Facebook Post 17 Mei 2016.)

Kembali pada potensi penerapan Virtual Reality (VR) di masa depan. Kenapa saya belakangan ini jadi tertarik pada VR, ya? Mungkin karena probabilitasnya untuk menjadi metode yang mendunia di masa depan. Mungkin karena saya berpikir bahwa inilah sarana yang akan digunakan oleh anak-anak saya di kemudian hari.

Tapi, yang jelas, VR bukan semata-mata untuk nge-GAME!

OK, lah. Mungkin dimulainya memang dari situ. Game.
Dunia pertama-tama mengenal VR dari Virtual Reality Games.
Tapi teknologi ini tidak berhenti sampai di situ.

VR akan sangat berguna, bahkan esensial, di masa depan, karena metode simulasi ini dapat menggantikan begitu banyak sarana material yang lebih makan waktu, tenaga, dan sumber daya. Lebih praktis dan hemat, tentu.
Kok bisa?

Contoh, ya, Teman-teman.
Tak perlu jauh-jauh. Ambil pengalaman saya pribadi saja.

*

Saya adalah mantan siswa SMU yang sengaja mengandaskan cita-cita saya sendiri.
Kenapa?
Karena jalan menuju pencapaian cita-cita itu melibatkan hal-hal yang bertentangan dengan nurani saya.

Saya ingin jadi dokter hewan, awalnya, Facebookers.

Saya ingin menolong sebanyak mungkin hewan yang menderita. Saya ingin bisa menyelamatkan anjing saya saat mereka sakit bahkan berjuang melawan maut. Saya cinta hewan dan ingin semua hewan hidup sejahtera.

Namun impian ini sontak menguap pada suatu siang selepas praktikum biologi.
Kami diajari untuk melakukan vivisection.

Pernah tahu, kan, ya? Vivisection disebut juga eksperimen menggunakan binatang hidup (animal experiment).
Jadi, hewan percobaan itu dibius, kemudian dibedah, dan satu per satu organ tubuhnya dipotong lalu dipindahkan ke lembar kerja praktikum.

Saya kebagian memotong jantung seekor katak.

Teman-teman tahu? Jantung itu TETAP BERDETAK sekalipun sudah dipindahkan dari tubuh hewan malang itu. Saya memandanginya, ngeri! Jantung itu tetap berdegup bahkan sampai jam pelajaran usai dan saya meninggalkan ruang kelas dengan lemas.

Saat itu saya belum tahu bahwa reptil dan amfibia memiliki metabolisme tubuh yang begitu lambat, sehingga susunan syaraf mereka tetap bekerja sekalipun raganya sudah tak bernyawa!
Apa bukan horor itu, namanya? Sudah mati tapi syarafnya tetap bisa merasakan sakit!

Jika ini jalan yang harus saya tempuh, membunuhi hewan-hewan percobaan di laboratorium, demi mampu menyelamatkan hewan-hewan lain di masa depan, terus terang....... saya tidak mampu. Nurani saya menolaknya.

INI SALAH!

Harusnya ada metode lain! Mestinya tak perlu ada pengorbanan nyawa-nyawa tak bersalah untuk mencapai pemahaman ilmu pengetahuan!

Tapi waktu itu, tak ada metode lain. Tak ada pilihan lain.

Jadi saya membuang cita-cita saya untuk jadi dokter hewan, dan mengalihkan fokus pada bidang lain yang saya sukai: BAHASA dan SASTRA. Mending saya menggeluti dunia penulisan daripada tersiksa oleh rasa bersalah karena mata pisau saya merenggut jiwa tak berdosa.

*

Tapi tak lama lagi kita akan punya teknologi Virtual Reality untuk dunia pendidikan! Kita bisa melakukan simulasi pembedahan tanpa menggunakan binatang hidup! Kita mampu mempelajari anatomi dengan mendetail, tanpa perlu melibatkan unsur kekejaman!

Ini, menurut saya, SANGAT MENJANJIKAN!

Dan tak hanya bidang studi kedokteran (umum, hewan, gigi, spesialisasi, dsb.) yang akan memetik faedahnya. Ilmu komputer, teknik, bahkan sosial pun akan sangat diuntungkan oleh teknologi ini.

Malah, bisa jadi di kemudian hari, kita tak perlu ruangan fisik untuk menghadiri kuliah. Hari-hari ini kita sudah banyak mendapati kelas-kelas online, kuliah via Skype atau conference call.
Di masa depan, kita tinggal pasang visor dan aktifkan mic, masuk ke ruang kelas virtual, dan mengikuti pelajaran dari rumah sementara pikiran kita terhubung ke dunia virtual.

Praktis dan hemat. Pihak sekolah atau universitas tak perlu menyediakan ruang kelas, biaya pemeliharaan gedung, alat peraga, dsb. karena semua itu sudah terpenuhi oleh teknologi VR. Hebat, bukan?

Masalahnya hanya satu, sekarang: kapan koneksi Internet di Indonesia ditingkatkan agar mumpuni untuk memfasilitasi metode belajar-mengajar futuristik ini?

Komentar

Postingan Populer