Perbedaan vs. Kesamaan
(Disalin rekat dari Facebook Post 1 Juni 2017.)
Fokus pada perbedaan vs. fokus pada common ground (kesamaan).
Apa bedanya?
Fokus pada perbedaan itu ibarat orang-orang yang ingin berangkat ziarah ke Tanah Suci, namun memilih jasa penyelenggaraan ibadah yang berbeda-beda. Lalu, mereka memperdebatkan jasa mana yang lebih unggul layanannya. Lupa bahwa destinasinya sama, gara-gara meributkan hal yang subjektif.
Iya, subjektif. Karena orang memilih penyedia jasa itu kan tergantung pada selera, kecocokan, preferensi, dan anggaran masing-masing. Tidak bisa dipukul rata dan diseragamkan, dong.
Dan jangan khawatir. Kita semua pasti akan sampai ke tujuan, kok, apa pun penyedia jasa yang kita pilih.
Fokus pada common ground (kesamaan) itu bagaikan orang sekarat yang butuh donor darah. Pada waktu membeli darah di PMI, tentu kita tidak menanyakan, darah ini milik siapa? Dari suku mana? Pandangan politiknya apa? Status sosialnya bergengsi atau tidak?
Yang penting, itu darah manusia sehat yang cocok dengan resipiennya. Titik.
Kita, manusia, masih terlalu sering tertipu oleh hal-hal inderawi. Masih harus banyak belajar dari bunga. Dalam heningnya, mereka menghadirkan keindahan dan sukacita bagi dunia, tanpa peduli warna apa yang menghias kelopak masing-masing.
Bunga hanya tahu merekah indah.
Itulah panggilan hidupnya.
Bagaimana dengan kita?
Fokus pada perbedaan vs. fokus pada common ground (kesamaan).
Apa bedanya?
Fokus pada perbedaan itu ibarat orang-orang yang ingin berangkat ziarah ke Tanah Suci, namun memilih jasa penyelenggaraan ibadah yang berbeda-beda. Lalu, mereka memperdebatkan jasa mana yang lebih unggul layanannya. Lupa bahwa destinasinya sama, gara-gara meributkan hal yang subjektif.
Iya, subjektif. Karena orang memilih penyedia jasa itu kan tergantung pada selera, kecocokan, preferensi, dan anggaran masing-masing. Tidak bisa dipukul rata dan diseragamkan, dong.
Dan jangan khawatir. Kita semua pasti akan sampai ke tujuan, kok, apa pun penyedia jasa yang kita pilih.
Fokus pada common ground (kesamaan) itu bagaikan orang sekarat yang butuh donor darah. Pada waktu membeli darah di PMI, tentu kita tidak menanyakan, darah ini milik siapa? Dari suku mana? Pandangan politiknya apa? Status sosialnya bergengsi atau tidak?
Yang penting, itu darah manusia sehat yang cocok dengan resipiennya. Titik.
Kita, manusia, masih terlalu sering tertipu oleh hal-hal inderawi. Masih harus banyak belajar dari bunga. Dalam heningnya, mereka menghadirkan keindahan dan sukacita bagi dunia, tanpa peduli warna apa yang menghias kelopak masing-masing.
Bunga hanya tahu merekah indah.
Itulah panggilan hidupnya.
Bagaimana dengan kita?



Komentar
Posting Komentar