Setelah Gelap, Terbitlah Terang

(Disalin rekat dari Facebook Post 14 Desember 2016.)

Salah seorang teman saya berbagi bahan renungan hariannya beberapa waktu lalu. Menurutnya, tema yang sama terus berulang dalam bacaan sehari-harinya: akhir zaman sudah dekat.

Dipandang dari kondisi dunia masa kini, sepertinya memang tidak perlu diragukan. Namun saya sendiri menemukan tema yang berulang dalam renungan harian saya: segala sesuatu ada di tangan Tuhan, khususnya sehubungan dengan pemerintahan dunia.

Dalam Kitab Daniel, misalnya, bangsa Israel diserahkan ke dalam kekuasaan Raja Babel, Nebukadnezzar. Memangnya mereka suka diperbudak di negeri asing? Tentu tidak. Namun Tuhan menyuruh mereka tunduk pada kuasa raja kejam itu. Bukan karena Nebukadnezzar baik budi dan adil bijaksana, sama sekali tidak. Jika mereka harus tunduk padanya, itu tidak ada hubungannya dengan baik/buruknya sang raja, namun sepenuhnya berhubungan dengan PROSES yang harus dijalani oleh bangsa Israel. Tuhan mengajar bangsa yang congkak dan keras hati itu untuk merendahkan diri dan berbalik kepada-Nya.

Begitu juga Nebukadnezzar, sewaktu ia membangga-banggakan diri, Tuhan menunjukkan padanya bahwa Dialah yang berkuasa atas segala bangsa di muka bumi, dan Dia menentukan setiap kuasa dan pemerintahan sekehendak rencana-Nya. Sehebat-hebatnya manusia, dia tetap daging dan darah, yang tunduk pada kehendak Yang Maha Tinggi. Tuhan berkuasa menempatkan Nebukadnezzar sebagai raja, dan Dia pula yang berkuasa menghancurkannya beserta seluruh peradaban Babel, digantikan dengan penguasa dan peradaban lain.

Begitu seterusnya. Satu peradaban muncul, mencapai zaman keemasannya, kemudian layu dan tersingkir. Muncullah peradaban lain, dst. Hingga hari ini.

Jangan kira Tuhan tidak berperan terhadap segala konflik dan intrik yang terjadi dalam dunia masa kini. Mungkin kita tidak terima, mengapa Tuhan mengizinkan perang dan penindasan terjadi? Bukannya itu tidak masuk akal?

Tentu masuk akal, jika kita melihat gambaran besarnya. Dunia kita ini fana, ditandai dengan siklus. Manusia tidak akan mengenal damai jika tidak tahu apa itu perang. Manusia tidak akan memahami kebebasan jika belum pernah merasakan perbudakan. Manusia tidak akan mengerti kemenangan jika tidak menderita kekalahan. Bukankah mujizat itu terjadi karena kita terperangkap dalam kemustahilan? Bukankah kesembuhan itu disyukuri setelah kita mengalami sakit yang mendera? Itu namanya siklus.

Jadi, kembali ke renungan teman saya tentang akhir zaman itu, yah... memang demikian adanya. Dunia kita kini semakin layu. Tanda bahwa tak lama lagi akan berakhir. Dan itu justru bagus.

Apa?! Kiamat dibilang BAGUS?

Tentu. Karena dengan berakhirnya dunia yang lama ini, Tuhan akan mengajak kita memasuki dunia yang baru. Dunia yang sempurna tanpa cacat cela. Tanpa air mata dan ketidakadilan. Itu hanya bisa terwujud jika dunia kita yang sekarang dilenyapkan. Itu sudah pasti. Sepasti kegelapan tak mampu menahan terbitnya cahaya fajar.

Lalu...... apa yang kita takutkan?

Komentar

Postingan Populer