Sejatinya, Maut itu Semu
(Disalin rekat dari Facebook Post 11 April 2017.)
"As certain as death is for the living, so is life for the dead. Therefore, over the inevitable, thou should not grieve."
Sri Khrisna bilang begitu dalam Bhagavad Gitta.
Kematian itu sudah barang pasti bagi yang hidup, sama pastinya seperti kehidupan bagi yang mati. Karenanya, jangan berduka atas hal yang tak terelakkan.
Kadang, pada praktiknya tidak bisa segampang itu. Menerima kenyataan itu sulit. Itu sebabnya, sepeninggal seseorang, keluarga yang mencintainya seringkali larut dalam kedukaan, karena masih terus menggelayuti masa lalu, bagai ilusi atau fatamorgana yang mereka pertahankan mati-matian. Mereka menolak menerima kenyataan bahwa orang yang mereka cintai sudah tiada.
Namun, ada baiknya kita renungkan kata-kata dalam kidung di atas. Jika kita perhatikan dengan saksama, kita akan memahami kenyataan yang sejati di balik kenyataan fana yang kita hadapi saat ini.
Faktanya, kematian itu tidak ada.
Manusia terjebak pada ilusi kematian karena kita terpatok pada hal-hal yang kasat mata. Kita melihat sesama manusia (dan makhluk hidup di alam ini) sebagai tubuh yang dapat disentuh, diajak bicara, didengarkan. Padahal, pada hakikatnya, fisik itu semu.
Manusia pada sejatinya adalah JIWA, yang terkandung dalam tubuh badaniah. Pada saat tubuh ini habis masa pakainya, jiwa itu melayang keluar, pulang ke alam asalnya.
Jiwa tidak bisa mati, jadi... orang-orang yang kita cintai tidak pernah 'tiada'. Mereka abadi, dan selamanya ada. Hanya, tak lagi dapat kita lihat dengan mata fisik. Suatu hari kelak, pada saat tugas kita di bumi sudah genap dan tubuh kita pun habis masa pakainya, kita juga akan menyusul mereka.
Jadi... bagi teman-teman yang kehilangan orang-orang yang kalian cintai, semoga Tuhan memberi ketabahan dan kekuatan, ya. Ditinggalkan orang yang kita cintai itu berat, tapi ini bukan akhir perjalanan. Hanyalah awal suatu babak baru. Tugas mereka sudah selesai, sedangkan tugas kita masih baru separuh jalan. Kita harus fokus pada yang dipercayakan di tangan.
Yah, anggaplah orang yang sudah berangkat duluan itu seakan-akan sedang pergi ke luar kota dan tidak bawa HP, begitu. Jika pekerjaan kita di sini sudah beres, kita akan berangkat menyusul mereka. Dan bagi yang ditinggalkan orang tua, kadang rasa kangen memang tak bisa dicegah. Kalau sudah begitu, pergilah ke meja rias dan bercerminlah. Ingat bahwa darah mereka mengalir dalam sendi-sendi kita. They always live in us; never gone, never forgotten........
"As certain as death is for the living, so is life for the dead. Therefore, over the inevitable, thou should not grieve."
Sri Khrisna bilang begitu dalam Bhagavad Gitta.
Kematian itu sudah barang pasti bagi yang hidup, sama pastinya seperti kehidupan bagi yang mati. Karenanya, jangan berduka atas hal yang tak terelakkan.
Kadang, pada praktiknya tidak bisa segampang itu. Menerima kenyataan itu sulit. Itu sebabnya, sepeninggal seseorang, keluarga yang mencintainya seringkali larut dalam kedukaan, karena masih terus menggelayuti masa lalu, bagai ilusi atau fatamorgana yang mereka pertahankan mati-matian. Mereka menolak menerima kenyataan bahwa orang yang mereka cintai sudah tiada.
Namun, ada baiknya kita renungkan kata-kata dalam kidung di atas. Jika kita perhatikan dengan saksama, kita akan memahami kenyataan yang sejati di balik kenyataan fana yang kita hadapi saat ini.
Faktanya, kematian itu tidak ada.
Manusia terjebak pada ilusi kematian karena kita terpatok pada hal-hal yang kasat mata. Kita melihat sesama manusia (dan makhluk hidup di alam ini) sebagai tubuh yang dapat disentuh, diajak bicara, didengarkan. Padahal, pada hakikatnya, fisik itu semu.
Manusia pada sejatinya adalah JIWA, yang terkandung dalam tubuh badaniah. Pada saat tubuh ini habis masa pakainya, jiwa itu melayang keluar, pulang ke alam asalnya.
Jiwa tidak bisa mati, jadi... orang-orang yang kita cintai tidak pernah 'tiada'. Mereka abadi, dan selamanya ada. Hanya, tak lagi dapat kita lihat dengan mata fisik. Suatu hari kelak, pada saat tugas kita di bumi sudah genap dan tubuh kita pun habis masa pakainya, kita juga akan menyusul mereka.
Jadi... bagi teman-teman yang kehilangan orang-orang yang kalian cintai, semoga Tuhan memberi ketabahan dan kekuatan, ya. Ditinggalkan orang yang kita cintai itu berat, tapi ini bukan akhir perjalanan. Hanyalah awal suatu babak baru. Tugas mereka sudah selesai, sedangkan tugas kita masih baru separuh jalan. Kita harus fokus pada yang dipercayakan di tangan.
Yah, anggaplah orang yang sudah berangkat duluan itu seakan-akan sedang pergi ke luar kota dan tidak bawa HP, begitu. Jika pekerjaan kita di sini sudah beres, kita akan berangkat menyusul mereka. Dan bagi yang ditinggalkan orang tua, kadang rasa kangen memang tak bisa dicegah. Kalau sudah begitu, pergilah ke meja rias dan bercerminlah. Ingat bahwa darah mereka mengalir dalam sendi-sendi kita. They always live in us; never gone, never forgotten........



Komentar
Posting Komentar