Zat Kimia Buatan dan Dampak Jangka Panjangnya
(Disalin rekat dari Facebook Post 2 April 2016.)
"Mbak penerjemah, ya? Buku apa yang pertama kali Mbak terjemahkan?"
Jika sampai ada orang yang bertanya seperti itu pada saya......... percaya, deh. Jawabannya bakal bikin terperangah.
Buku pertama yang saya terjemahkan adalah buku pegangan farmakologi bagi mahasiswa fakultas kedokteran. Saking tebalnya buku itu, sampai harus dibagi dalam tim yang terdiri atas enam orang penerjemah.
Saya kebagian bab anesthesia dan obat sedatif (bius).
Yups, termasuk tranquilizers, painkillers, intravenous sedation drugs, anti-depressants, dan saudara-saudara serumpunnya.
Istilah-istilah seperti barbiturates, chloroform, diazepam, lorazepam, morphine, cocaine, dan benzodiazepine (mungkin Teman-teman lebih mengenalnya dengan merek Valium) berseliweran di setiap lembarnya.
Namun, bukan istilah-istilah farmakologi dan kimia itu yang bikin saya stres. Saya ngeri membaca EFEK PENGGUNAAN tiap obat itu terhadap tubuh pemakainya!
*
Untuk tiap obat, dicantumkan dengan jelas:
- struktur kimianya,
- dosis untuk penggunaan oral atau intravena (injeksi/infus),
- kontra indikasinya (mis. tidak disarankan bagi penderita gagal ginjal, pengidap penyakit liver akut, atau ibu hamil),
- dampak sampingannya (mis. mual, muntah, pusing, gangguan pencernaan, dsb.), dan
- jangka waktu pemrosesan endapan obat tersebut dalam LIVER dan jangka waktu yang dibutuhkan oleh GINJAL untuk membersihkannya dari sistem metabolisme tubuh penggunanya!
Poin terakhir inilah yang membuat saya bergidik. Beberapa obat membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk bisa digelontor sepenuhnya dari tubuh kita.
Dengan kata lain, liver dan ginjal kita harus bekerja ekstra keras untuk menetralisirnya.
Jika penggunaannya melebihi dosis atau terlalu sering (dalam artian, obat tersebut kita gunakan lagi sebelum proses pembersihannya dari metabolisme tubuh kita kelar), sudah dapat diduga akibatnya ke depan. Gagal ginjal dan/atau gagal hati.
*
Seiring waktu, saya pun tersadar bahwa hal ini berlaku bukan saja untuk obat-obatan keras, narkotika, dan psikotropika. Zat kimia apa pun (termasuk perasa, pemanis buatan, pewarna buatan, obat-obatan yang dijual bebas di toko, dsb.) yang tidak organik selalu menuntut ginjal dan liver kita bekerja lebih keras dari biasanya.
"Ah, nggak apa-apa. Kan produk ini sudah diluluskan BPOM."
Duh!
BPOM meluluskan suatu produk ke pasaran dengan pertimbangan bahwa kadar zat kimia di dalamnya tidak mencapai level yang membahayakan kesehatan.
TAPI, tetap perlu dicatat bahwa tubuh kita BUTUH WAKTU untuk menetralisirnya. Jika tidak, akan terjadi pengendapan dalam liver, ginjal, pembuluh darah, dan jaringan tubuh kita.
Jangan heran jika di masyarakat makin sering bermunculan kasus obesitas, jantung koroner, kanker usus, gagal ginjal, dan stroke. Tanpa kita sadari, kita memperbudak organ dalam kita untuk kerja rodi sampai ambruk.
Hanya gara-gara kita sangka "produk ini sudah lulus uji BPOM" = "aman dikonsumsi".
Aman dikonsumsi SAAT INI belum tentu aman dikonsumsi JANGKA PANJANG, lho, Teman-teman.
Yuk, kita lebih mencermati makanan/minuman dan suplemen atau obat-obatan yang kita konsumsi. Jangan sampai kita salah memandang racun sebagai nutrisi.
"Mbak penerjemah, ya? Buku apa yang pertama kali Mbak terjemahkan?"
Jika sampai ada orang yang bertanya seperti itu pada saya......... percaya, deh. Jawabannya bakal bikin terperangah.
Buku pertama yang saya terjemahkan adalah buku pegangan farmakologi bagi mahasiswa fakultas kedokteran. Saking tebalnya buku itu, sampai harus dibagi dalam tim yang terdiri atas enam orang penerjemah.
Saya kebagian bab anesthesia dan obat sedatif (bius).
Yups, termasuk tranquilizers, painkillers, intravenous sedation drugs, anti-depressants, dan saudara-saudara serumpunnya.
Istilah-istilah seperti barbiturates, chloroform, diazepam, lorazepam, morphine, cocaine, dan benzodiazepine (mungkin Teman-teman lebih mengenalnya dengan merek Valium) berseliweran di setiap lembarnya.
Namun, bukan istilah-istilah farmakologi dan kimia itu yang bikin saya stres. Saya ngeri membaca EFEK PENGGUNAAN tiap obat itu terhadap tubuh pemakainya!
*
Untuk tiap obat, dicantumkan dengan jelas:
- struktur kimianya,
- dosis untuk penggunaan oral atau intravena (injeksi/infus),
- kontra indikasinya (mis. tidak disarankan bagi penderita gagal ginjal, pengidap penyakit liver akut, atau ibu hamil),
- dampak sampingannya (mis. mual, muntah, pusing, gangguan pencernaan, dsb.), dan
- jangka waktu pemrosesan endapan obat tersebut dalam LIVER dan jangka waktu yang dibutuhkan oleh GINJAL untuk membersihkannya dari sistem metabolisme tubuh penggunanya!
Poin terakhir inilah yang membuat saya bergidik. Beberapa obat membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk bisa digelontor sepenuhnya dari tubuh kita.
Dengan kata lain, liver dan ginjal kita harus bekerja ekstra keras untuk menetralisirnya.
Jika penggunaannya melebihi dosis atau terlalu sering (dalam artian, obat tersebut kita gunakan lagi sebelum proses pembersihannya dari metabolisme tubuh kita kelar), sudah dapat diduga akibatnya ke depan. Gagal ginjal dan/atau gagal hati.
*
Seiring waktu, saya pun tersadar bahwa hal ini berlaku bukan saja untuk obat-obatan keras, narkotika, dan psikotropika. Zat kimia apa pun (termasuk perasa, pemanis buatan, pewarna buatan, obat-obatan yang dijual bebas di toko, dsb.) yang tidak organik selalu menuntut ginjal dan liver kita bekerja lebih keras dari biasanya.
"Ah, nggak apa-apa. Kan produk ini sudah diluluskan BPOM."
Duh!
BPOM meluluskan suatu produk ke pasaran dengan pertimbangan bahwa kadar zat kimia di dalamnya tidak mencapai level yang membahayakan kesehatan.
TAPI, tetap perlu dicatat bahwa tubuh kita BUTUH WAKTU untuk menetralisirnya. Jika tidak, akan terjadi pengendapan dalam liver, ginjal, pembuluh darah, dan jaringan tubuh kita.
Jangan heran jika di masyarakat makin sering bermunculan kasus obesitas, jantung koroner, kanker usus, gagal ginjal, dan stroke. Tanpa kita sadari, kita memperbudak organ dalam kita untuk kerja rodi sampai ambruk.
Hanya gara-gara kita sangka "produk ini sudah lulus uji BPOM" = "aman dikonsumsi".
Aman dikonsumsi SAAT INI belum tentu aman dikonsumsi JANGKA PANJANG, lho, Teman-teman.
Yuk, kita lebih mencermati makanan/minuman dan suplemen atau obat-obatan yang kita konsumsi. Jangan sampai kita salah memandang racun sebagai nutrisi.



Komentar
Posting Komentar